Paranormal Activity 2: Tokyo Night (2010)

“Two bedrooms… twice the fear.”

Kesuksesan dua film sebelumnya yang begitu fenomenal nampaknya membuat pihak kreator gatal untuk memproduksi lagi film serupa. Bedanya, si hantu kali ini diajak melanglang buana dari Amerika menyeberang lautan ke Jepang. Tujuannya sudah tentu untuk menarik pangsa pasar penonton di negeri matahari terbit tersebut. Tentunya tak seperti manusia yang membutuhkan pesawat terbang, si hantu di sini cukup ‘memanfaatkan’ keberadaan seorang gadis muda agar bisa merasakan suasana Jepang setelah puas meneror pasangan Katie dan Micah di film pertamanya. Perlu diingat, Paranormal Activity 2: Tokyo Night bukanlah sebuah produk imitasi layaknya yang pernah dibuat studio The Asylum dengan Paranormal Entity (2009) miliknya sehingga mentah-mentah menipu banyak orang karena mengira sekuel langsung dari Paranormal Activity. Melainkan film ini memang strategi pemasaran yang dibuat atas sepengetahuan pihak Paramount Pictures dan merupakan sekuel pararel lainnya yang rilis di Jepang selang beberapa bulan setelah perilisan Paranormal Activity 2 versi Amerika.

Cerita yang diusung tak kalah simpel dan sederhana seperti film pertamanya yang masih berisikan dua pemain sentral dan beberapa figuran yang perannya sangat minim. Haruka Yamano (Noriko Aoyama) dan Koichi Yamano (Aoi Nakamura) adalah sepasang kakak beradik yang tinggal di salah satu belahan kota Tokyo, Jepang. Haruka baru saja kembali dari San Diego, Amerika Serikat, setelah mengalami kecelakaan mobil yang mengakibatkan kedua kakinya patah dan terpaksa menerima kenyataan bahwa dirinya harus duduk di atas kursi roda. Tak lama sesampainya Haruka di rumah, ia mulai mengalami hal-hal tak lazim di kamarnya. Koichi, adiknya yang kebetulan tengah keranjingan dengan kamera video miliknya memutuskan untuk mencari tahu apa yang membuat kakaknya ketakutan setiap malam dengan menaruh kamera di kamar Haruka dan kamarnya sendiri guna memantau keadaan di rumah tersebut. Kurang lebih persis apa yang pernah dilakukan Micah di film pertamanya. Jika Anda memang mengikuti versi Amerikanya, tentunya Anda akan familiar dengan pola dan kejadian-kejadian apa yang akan dialami mereka selanjutnya.

Masih tetap setia dengan formula orisinilnya, apa yang dihadirkan di sini nyaris tak sepenuhnya baru. Hanya terlihat seperti menggunakan ‘template’ film pertamanya dan memindahkan setting-nya ala asia. Menariknya, justru atmosfer horor Jepang malah sangat kental disini sehingga kehadiran si hantu terasa lebih kuat. Gaya penyajiannya juga tidak ada yang istimewa. Tetap diambil dengan penggunaan kamera genggam dan media CCTV yang diberi sentuhan split-screen di beberapa adegannya agar penonton bisa melihat kejadian di kamar Haruka dan Koichi secara berbarengan.

Tentunya yang menjadi poin penting dari franchise Paranormal Activity ini adalah bagaimana keberhasilan kreatornya menghadirkan rasa takut psikologis dalam diri penontonnya. Ya, memang hasilnya sendiri tidak mutlak mampu menakut-nakuti setiap individu yang menyaksikannya. Toh, terbukti sebagian penonton memang tidak mempan dengan adegan-adegan ‘seram’ yang dibangun secara perlahan-lahan di sini, bahkan cenderung tidak menyukainya dan mencap tak ada yang menyeramkan. Karena taktik menakut-nakutinya pun praktis secara keseluruhan masih tetap sama. Ketika penunjuk waktu di layar CCTV mulai menunjukkan angka jam dua ke atas dan kembali berjalan lambat yang tadinya dipercepat, di situlah penonton seakan-akan ditantang nyalinya untuk menyaksikan langsung kejadian-kejadian aneh di kamar Haruka. Ambil contoh pintu yang terbuka dengan sendirinya, atau suara-suara misterius yang membuat bulu kuduk merinding, sampai hal-hal gaib lainnya. Terkadang di sinilah yang memicu penonton untuk membayangkan hal-hal yang menyeramkan terlebih dulu, padahal tak selamanya semua kejadian-kejadiannya pasti menakutkan.

Satu faktor yang agak disayangkan adalah kehadiran sosok teman Haruka dan Koichi yang dikisahkan memiliki kemampuan untuk merasakan dan melihat hal-hal gaib namun porsinya hanya sebentar, yang padahal itu merupakan aspek yang menarik dan cukup berpotensi untuk digali.

Meski demikian, bukan berarti film yang naskahnya ditulis dan disutradari sendiri oleh Toshikazu Nagae ini sama sekali tidak punya kejutan-kejutan menarik yang bisa ditawarkan. Sekitar 10 menit menuju klimaks dan menjelang ending bisa dibilang merupakan momen terbaik dan satu kelebihan yang dimiliki Paranormal Activity 2: Tokyo Night. Tentunya Anda harus menyaksikannya sendiri agar nilai kejutannya bisa terekspos secara maksimal.

Penggunaan angka dua pada judulnya memang bukan tanpa arti. Seperti yang telah diungkapkan di atas, ini merupakan sekuel, yang lebih tepatnya disebut sekuel pararel, sama seperti sekuel versi Amerikanya. Jika Anda bertanya apakah ada hubungannya dengan dua film versi Amerikanya, jawabannya tidak secara langsung. Namun sehelai benang merah akan disinggung dari mulut Haruka yang menegaskan bahwa versi Jepangnya ini memang masih bersenggolan dengan dunia Paranormal Activity milik Oren Peli. Jadi pada dasarnya, film ini masih mampu berdiri sendiri dan bisa dinikmati tanpa harus menonton versi Amerikanya terlebih dulu.

Movie Rating:

Posted on 12/06/2011, in Movies and tagged , , , , , , , , . Bookmark the permalink. Leave a comment.

Leave a comment